14
May

 

VOInews.id- Turki akan terus menyoroti kebijakan tidak adil yang dilakukan Israel terhadap Palestina hingga Palestina dapat mewujudkan suatu negara yang berdaulat sendiri, kata Kementerian Luar Negeri Turki. "Turki akan terus menyoroti kebijakan rasis dan tidak adil yang dijadikan senjata Israel terhadap rakyat Palestina. Turki akan membela perjuangan rakyat Palestina sampai mereka memiliki negara sendiri, di negara mereka sendiri," kata kementerian tersebut dalam sebuah pernyataan pada Minggu (12/5).

 

Ankara melakukan upaya tak kenal lelah untuk mengakhiri pembantaian yang dilakukan oleh Israel di Gaza, dan mengambil langkah nyata untuk mengisolasi Israel dari komunitas internasional, tambah Kemenlu Turki. Pada 7 Oktober 2023, Hamas melancarkan serangan roket skala besar terhadap Israel dan melanggar perbatasan, menyerang kawasan sipil dan pangkalan militer. Hampir 1.200 orang di Israel tewas dan sekitar 240 lainnya diculik dalam serangan itu.

 

Israel melancarkan serangan balasan, memerintahkan blokade total terhadap Gaza, dan memulai serangan darat ke daerah kantong Palestina itu dengan tujuan untuk melenyapkan pejuang Hamas dan menyelamatkan para sandera. Lebih dari 35.000 orang telah terbunuh sejauh ini akibat serangan Israel di Jalur Gaza, kata pihak berwenang setempat. Lebih dari 100 sandera diyakini masih ditahan oleh Hamas di Gaza. Sebagaimana diwartakan, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menyebut bahwa Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah mencapai sebuah titik temu dengan metode genosida yang dinilainya akan membuat Hitler iri.

 

“Netanyahu telah mencapai tingkat yang membuat Hitler iri dengan metode genosidanya. Kita berbicara tentang Israel yang menyasar ambulans, menyerang titik distribusi makanan, dan menembaki konvoi bantuan,” kata Erdogan kepada surat kabar Kathimerini Yunani dalam sebuah wawancara, Minggu. Erdogan mempertanyakan bagaimana mungkin bisa menyaksikan apa yang telah dilakukan Israel terhadap rakyat Gaza selama berbulan-bulan dan menganggap tindakan Israel untuk membom rumah sakit dapat dibenarkan. Masih membandingkan dengan Hitler, Erdogan menyebut Israel juga membunuh anak-anak, menindas warga sipil, dan membuat orang-orang yang tidak bersalah kelaparan, kehausan, dan kekurangan obat-obatan dalam berbagai bentuk alasan.

 

Sumber: Sputnik-OANA

13
May

 

VOInews.id- Korea Utara pada Minggu (12/5) mendukung resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa yang memberikan “hak dan keistimewaan” kepada Palestina, dan mendesak Dewan Keamanan untuk mempertimbangkan kembali upaya Palestina menjadi anggota ke-194 PBB. Kementerian Luar Negeri Korea Utara mendukung resolusi tersebut dan menganggap saatnya tepat, demikian dilaporkan Kantor Berita Pusat Korea Utara (KCNA).

 

Resolusi yang mengakui Palestina sebagai negara berdaulat yang merdeka itu mencerminkan keinginan kuat masyarakat internasional pada perdamaian dan stabilitas Timur Tengah, kata kementerian tersebut sebagaimana dikutip KCNA. Korut juga mengecam kebijakan satu negara Yahudi dibandingkan kebijakan solusi dua negara, serta mengkritik veto Amerika Serikat terhadap rancangan resolusi yang relevan di Dewan Keamanan PBB pada 18 April.

 

Korea Utara menegaskan kembali dukungannya yang bagi perjuangan Palestina, menyerukan penghentian pendudukan ilegal Israel, dan pembentukan Palestina sebagai negara berdaulat yang merdeka. Pada 10 Mei, Majelis Umum PBB menyetujui rancangan resolusi yang mendesak Dewan Keamanan PBB untuk mempertimbangkan kembali keanggotaan Palestina, dan memberikan beberapa hak tambahan kepada Palestina Palestina saat ini berstatus negara pengamat non-anggota PBB.

 

Sumber: Anadolu

13
May

 

VOInews.id- Badan Intelijen Nasional (NIS) Korea Selatan sedang menyelidiki kecurigaan bahwa senjata Korea Utara yang dibuat pada tahun 1970-an telah dipasok ke Rusia untuk perang di Ukraina. “NIS menganalisis situasi yang relevan secara rinci dan juga terus melacak kerja sama militer secara keseluruhan antara Korea Utara dan Rusia,” kata badan mata-mata tersebut, Minggu.

 

Pernyataan tersebut muncul sebagai tanggapan terhadap laporan media lokal yang mengatakan bahwa peluru artileri 122 mm yang diproduksi di Korea Utara pada tahun 1970-an tampaknya merupakan salah satu senjata yang digunakan Rusia dalam perang melawan Kiev. Di satu sisi, hubungan antara Pyongyang dan Moskow memang tengah semakin mendalam karena adanya kerja sama militer. Foto yang dirilis oleh fotografer Ukraina pada tahun lalu menunjukkan bahwa huruf Korea, termasuk kata "-122" yang ditemukan tertulis pada cangkang roket. Para ahli mengatakan kemungkinan itu adalah peluru peluncur roket ganda berukuran 122 mm.

 

Menteri Pertahanan Korea Selatan Shin Won-sik juga memperkirakan Korea Utara telah mengirimkan sekitar 6.700 kontainer ke Rusia sejak pertemuan puncak antara para pemimpin mereka pada bulan September. Ribuan kontainer itu dinilai cukup untuk menampung sekitar 3 juta butir peluru artileri 152 mm atau 500.000 butir peluru artileri 122 mm. NIS juga mengatakan pihaknya memantau dengan cermat kemungkinan pengiriman ilegal suku cadang rudal ke Korea Utara di tengah kekhawatiran bahwa Korea Utara mungkin akan membeli suku cadang tersebut untuk mengembangkan senjata baru.

 

Adapun Korea Utara pada Sabtu bahwa pihaknya akan mengerahkan peluncur roket ganda 240mm baru untuk militernya mulai tahun ini, sehari setelah pemimpin Kim Jong-un mengawasi uji coba penembakan peluru kendali untuk versi yang diperbarui secara teknis dari sistem peluncur roket ganda 240mm.

 

Sumber : Sputnik

13
May

 

VOInews.id- Wakil Sekretaris Jenderal Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) Mircea Geoana menyatakan, pihaknya tidak berencana mengirim pasukan militer ke Ukraina. “(Presiden Prancis Emmanuel) Macron menekankan pentingnya pengiriman bantuan berkelanjutan ke Ukraina. Dan NATO masih tertarik untuk mendukung Ukraina dengan segala kemungkinan cara," kata Geoana saat mempresentasikan kajiannya di Kota Arad, Moldova. Namun di NATO, di mana keputusan diambil berdasarkan konsensus, saat ini tidak ada rencana atau keinginan politik untuk menempatkan pasukan di wilayah Ukraina, lanjut dia. Dukungan NATO, katanya, terkait dengan pencegahan eskalasi konflik antara NATO dan Rusia.

 

Usai konferensi terkait isu Ukraina yang digelar di Paris pada 26 Februari, Macron mengatakan pemimpin Barat telah membahas kemungkinan penempatan pasukan ke Ukraina tetapi tidak mencapai konsensus. Sejumlah pemimpin Uni Eropa langsung menolak rencana tersebut, sementara Macron sendiri berulang kali menegaskan bahwa opsi penempatan pasukan ke Ukraina harus tetap dirundingkan.

 

Saat wawancara dengan The Economist pekan lalu, Macron menjelaskan pihaknya tidak mengesampingkan kemungkinan pengiriman pasukan ke Ukraina jika Kiev mengajukan permintaan. Sementara itu, mantan asisten wakil menteri pertahanan AS, Stephen Bryan, saat wawancara dengan media asing awal Mei ini mengatakan Prancis telah mengirim tentara Legiun Asing ke Ukraina.

 

Sumber: Sputnik

Page 3 of 1161